Keterlibatan masyarakat (daerah) dalam proses pembangunan merupakan suatu hal yang penting sehingga diharapkan proses pembangunan berhasil guna. Pada masa lampau, pembangunan sangat bersifat sentralistik di mana rakyat berada dalam posisi marginal dalam proses pengambilan keputusan. Segala sesuatu menyangkut program-program pembangunan telah digariskan oleh pemerintah pusat dalam suatu lingkaran elit terbatas, dan pemerintah daerah hanya menjadi pelaksana dari program pembangunan yang telah digariskan. Masyarakat, dalam kondisi seperti itu, hanya menjadi “penggembira” dalam proses pembangunan, dan keberadaannya hanya dibutuhkan sebagai implementor kebijakan melalui mobilisasi massa yang dilakukan oleh elit-elit lokal.
Singkatnya, otonomi daerah yang hendak dilaksanakan diharapkan akan memberikan manfaat yang besar terhadap daerah. Di antara manfaat yang diharapkan adalah sebagai berikut. Pertama, peningkatan efisiensi dan efektivitas administrasi pemerintahan dan pembangunan di daerah. Kedua, mempertinggi daya serap aspirasi masyarakat dalam program pembangunan. Ketiga, terwujudnya system penganaggaran yang efektif dan efisien. Keempat, mendorong munculnya partisipasi masyarakat dalam pemerintahan dan pembangunan di daerah. dengan membutuhkan wajah birokrasi yang baru, yang mampu bertindak sebagai kreator dan innovator dalam pembangunan daerah. Hal ini karena wajah birokrasi yang lama Nias Selatan tidak lagi memadai untuk menopang otonomi daerah yang penuh dengan tantangan, kompetisi, dan tentu saja kompleksitas permasalahan, yakni:
1. Perencanaan kebijakan (budgeting) yang tidak berdasarkan pada kebutuhan masyarakat.
2. Implementasi kebijakan yang tidak efektif dan efisien
3. Kurangnya keterlibatan masyarakat dalam proses perumusan dan pengambilan keputusan kebijakan pembangunan.
Oleh karena itu, gagasan mengenai pembangunan kepulauan Nias khususnya Nias Selatan menuju Nias Selatan yang mandiri sejahtera menjadi sangat penting. Oleh sebab itu penulis terbeban untuk menyampaikan ide, pikiran dan gagasan melalui lomba karya tulis ini semata-mata untuk pembangunan Nias Selatan.
Di bawah ini, penulis akan mengemukakan fenomena-fenomena yang selama ini menjadi kendala dalam proses percepatan pembangunan di lingkungan pemerintahan Nias Selatan dalam meningkatkan pembangunan di Nias Selatan, yakni:
1. Perencanaan Perumusan dan Penetapan Kebijakan Anggaran (APBD) yang Tidak Efektif dan Efisien.
a. Proses Politik Pembahasan Anggaran (APBD) Di Nias Selatan yang Cenderung Berbelit-belit dan Tidak Tepat Waktu
Pada tingkatan legislatif, kebiasaan membahas rancangan APBD tanpa persetujuan atau kesepakatan awal mengenai kegiatan apa saja yang akan dilakukan/dianggarkan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) telah membuka ruang politik yang lebih besar dan waktu yang relatif lama pada saat pembahasan APBD. Kita dapat melihat bahwa meskipun kurang lebih lima tahun reformasi keuangan daerah sudah digulirkan, APBD tidak pernah ditetapkan tepat waktu setiap tanggal 31 Desember. Menjadi pertanyaan besar bagi kita, apakah APBD disusun untuk rakyat atau hanya untuk pemerintah daerah dan DPRD. Kalau memang untuk rakyat maka seharusnya APBD ditetapkan disetiap tanggal 31 Desember sehingga pembangunan dapat dilaksanakan dalam kurun waktu satu tahun anggaran. Implikasi dari hal tersebut adalah adanya kesan bahwa peran DPRD dikebiri dalam penyusunan APBD. Sebetulnya, DPRD harus memperbaiki cara kerjanya dengan mendesain ulang tata cara dan mekanisme kerja panitia anggaran dan tata tertib dewan terkait dengan pembahasan APBD. Sebagai contoh, jadwal reses anggota dewan sebaiknya disesuaikan dengan jadwal pembahasan KUA PPAS (kesepakatan awal mengenai kegiatan yang dapat dianggarkan oleh SKPD beserta capaiannya) sehingga anggota dewan dapat menjadwalkan hasil penjaringan aspirasi masyarakat untuk ditampung dalam kesepakatan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Praktek yang terjadi adalah bahwa pembahasan APBD dilakukan tanpa adanya kesepakatan KUA dan PPAS yang mengikat sehingga pembahasan menjadi berulang-ulang prosesnya dan tidak terstruktur sehingga waktu yang dikorbankan menjadi llebih banyak yang berarti mengorbankan kepentingan publik.
b. Instrumen Perencanaan dan Penganggaran APBD Di Nias Selatan yang Tidak Berjalan dengan Efektif
Permasalahan teknis lainnya adalah ketidaksiapan instrument perencanaan dan penganggaran yang dipersyaratkan peraturan perundang-undangan demi terciptanya tranparansi, akuntabilitas dan penerapan anggaran berbasis kinerja. Instrument yang dimaksud seperti standar satuan harga yang rasional digunakan, standar analisi belanja, standar pelayanan minimal dan pedoman teknis yang diperlukan dalam penyusunan dan pelaksanaan APBD di Nias Selatan. Penyusunan instrument tersebut kadang kala hanya merupakan kegiatan yang dilaksanakan guna memenuhi persyaratan undang-undang, namun kenyataannya banyak hasil dari penyusunan instrument tersebut tidak digunakan pada saat penyusunan APBD Nias Selatan. Contohnya, kita banyak mendengar dan membaca dalam APBD mengenai kegiatan penyusunan standar analisis belanja dan standar satuan harga, namun ternyata hasil kegiatan tersebut tidak tercermin dalam penyusunan APBD karena penyusunan APBD tidak tahu atau bahkan menolak atau tidak menggunakan standar yang ditetapkan oleh kepala daerah sendiri.
c. Penganggaran APBD Nias Selatan yang Tidak Tepat Sasaran
Berdasarkan hasil pengamatan penulis, Nias Selatan memiliki potensi sumber daya alam yang tinggi, namun sangat sedikit sumber daya alam itu terakomodir pengelolaannya dalam APBD. Seperti kita ketahui bahwa struktur APBD lebih besar nominal anggaran untuk pembangunan sector lain dibandingkan dengan pemberdayaan sector pertanian dan perkebunan di Nias Selatan. Nias Selatan memiliki bahan mentah karet, kopi dan kelapa. Pertanyaan kita, seberapa besar anggaran yang dianggarkan oleh pemerintah daerah untuk memberdayakan potensi di atas, dan sejauhmana pemerintah daerah nias selatan menjalin kerjasama dengan masyarakat dalam hal pembentukan kelompok Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang dinilai selain memberikan dampak peningkatan pendapatan masyarakat yang berdampak pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan juga menyerap tenaga kerja dan mengurangi tingkat pengangguran di Nias Selatan. Artinya, selain pemerintah fokus pada sector pendidikan, pemerintah juga harus lebih memfokuskan anggaran pada program pemberdayaan sektor pertanian, perkebunan dan pariwisata bahari di Nias Selatan dengan upaya pengadaan alat produksi bagi masyarakat untuk mengolah memproduksi bahan-bahan mentah menjadi bahan yang dapat dikonsumsi oleh seluruh masyarakat kepulauan Nias.
2. Implementasi Kebijakan Pembangunan yang Tidak Efektif dan Efisien di Nias Selatan
Pelaksanaan Kebijakan pembangunan yang tidak efektif dan efisien mengakibatkan proses pembangunan di Nias Selatan stagnan dan berjalan di tempat. Pertanyaannya, apa kendala yang menyebabkan terjadinya implementasi kebijakan yang tidak efektif dan efisien di Nias Selatan? Ada beberapa hal yang menjadi kendala, yakni:
a. Lemahnya Sumber Daya Manusia (SDM) pelaku kebijakan di Nias Selatan.
Selain mengalami kendala kurangnya SDM pada tataran penyusunan kebijakan publik, Nias Selatan juga mengalami kendala pada sektor SDM implementor kebijakan yang masih lemah. Artinya para administrator Negara di Nias Selatan masih didominasi oleh lulusan SLTA, dan jikalau pun banyak lulusan sarjana pada akhir-akhir ini namun belum mampu bekerja secara professional sehingga mempengaruhi kinerja semua lini sektor SKPD di lingkungan pemerintahan Nias Selatan dan target pencapaian kinerja masih relatif rendah. Hal ini dimulai dari tataran pemerintahan kabupaten, kecamatan dan desa yang SDM-nya masih relatif rendah dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) di masing-masing lingkup kerja.
Selain itu prinsip ‘penempatan orang yang tepat pada pada tempat yang tepat’ masih sulit diberlakukan, karena kondisi nepotisme di Nias Selatan masih tinggi sehingga mengabaikan aspek profesionalitas dan kompetensi yang seharusnya dimiliki aparatur oeh setiap aparatur pemerintahan Nias Selatan. Misalnya, masih kita dapatkan jabatan Camat diduduki oleh dari lulusan Sarjana non pemerintahan sehingga tidak mampu menjalankan tugas perpanjangan tangan birokrasi pemerintahan daerah Nias Selatan di tingkat kecamatan dan dibawahnya. Hal ini juga menghambat laju pembangunan di Nias Selatan.
b. Lemahnya SDM (Masyarakat Umum) Sebagai Tenaga Penggerak Pembangunan (Public Participation)
Masyarakat yang dianggap sebagai objek dan konsumen kebijakan memiliki pengaruh yang kuat terhadap maju mundurnya pembangunan dan upaya peningkatan kesejahteraan. Terlebih jika hal itu berhubungan dengan tingkat kapabilitas SDM (pendidikan) masyarakat. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat menyebabkan rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Sementara partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan faktor yang sangat penting dan yang menentukan maju mundurnya pembangunan. Kondisi ini dialami oleh masyarakat Nias Selatan dalam konteks pembangunan. Masyarakat Nias Selatan berdasarkan statistic tahun 2010, masyarakat Nias Selatan berjumlah 289.876 jiwa, sementara yang mengenyam pendidikan hanya 35%. Hal ini merupakan sebuah kondisi yang memprihatinkan yang berpengaruh pada proses percepatan pembangunan di Nias Selatan. Oleh sebab itu, perlu adanya proses pemberdayaan (civil society development) yang dilakukan oleh pemerintah daerah Nias Selatan secara komprehensif sehingga dari aspek psikologi dan budaya, masyarakat Nias Selatan memiliki keterampilan dan kapabilitas dalam ikut serta berpartisipasi dalam proses pembangunan Nias Selatan.
Dengan demikian, kedua faktor di atas mengakibatkan tidak efektif dan efisiennya pembangunan di Nias Selatan dan mengalami keterlambatan dalam pembangunan menuju Nias Selatan yang mandiri dan sejahtera.
3. Kurangnya Keterlibatan Masyarakat Dalam Proses Pembangunan di Nias Selatan
Seperti kita ketahui bahwa di kabupaten Nias Selatan, dalam proses perumusan dan pengambilan keputusan kebijakan pembangunan, peran serta masyarakat diabaikan. Sehingga konsep pembangunan dalam tataran pemerintah Nias Selatan cenderung bersifat bottom-um, artinya pemerintah yang serta-merta menyusun dan menetapkan program pembangunan daerah berdasarkan inisiatif pemerintah sendiri bukan berdasarkan pada aspirasi masyarakat dan pelaku pembangunan pun diambil alih oleh pemerintahan daerah tanpa melibatkan masyarakat, jikalaupun dilibatkan, jumlahnya masih relative sedikit. Dan posisi masyarakat hanya sebagai konsumen layanan tidak ikut diberdayakan untuk menjadi pelayan (self help community). Artinya tidak ada kepercayaan pemerintah daerah Nias Selatan kepada masyarakat untuk menjadi pelayan bagi kelompoknya sendiri.
Seperti kita ketahui, Akar dari krisis, ketertinggalan dan kemiskinan di Nias Selatan adalah tidak adanya kepercayaan pada kemampuan rakyat yang pada gilirannya muncul ketidakpercayaan rakyat kepada pemerintah. Pembangunan berdasarkan kepercayaan adalah pembangunan berpola pemberdayaan seluruh rakyat khususnya rakyat kecil. Mereka adalah bagian terbesar dari masyarakat Indonesia yang selama ini telah diabaikan.
Kini saatnya untuk memperhatikan mereka, memberdayakan mereka, dan menjadikan mereka sebagai bagian sentral (bukan periferal) dalam negara bangsa Indonesia. Pendekatan strategis dari visi dan misi pembangunan di Nias Selatan adalah pembangunan atas dasar partisipasi (sebagai kebalikan dari mobilisasi). Dalam pembangunan berstrategi partisipasi, maka inti dari strategi tersebut adalah pemberdayaan.
Pembangunan yang dinginkan adalah pembangunan yang partisipatif, yaitu pembangunan yang bermisi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk kesejahteraan rakyat. Pemrakarsa, pelaksana, dan pengguna pembangunan adalah rakyat. Unsur kedua adalah ekonomi rakyat. Ekonomi rakyat pada hakekatnya merupakan padanan dari perekonomian rakyat. Ekonomi rakyat berarti perekonomian yang diselenggarakan oleh rakyat, yakni usaha ekonomi yang menjadi sumber penghasilan keluarga atau orang per orang. Ini berarti bahwa perekonomian nasional berakar pada potensi dan kekuatan masyarakat secara luas dalam menjalankan roda perekonomian mereka sendiri. Konsep ini pada dasarnya tidak membedakan antara “rakyat” dan “bukan rakyat”, karena secara empiris rakyat adalah warga negara Indonesia.
Kemudian langkah yang harus dilakukan adalah pemberdayaan ekonomi rakyat yang dilaksanakan sendiri oleh rakyat. Rakyat ikut merumuskan masalahnya, merencanakan, melaksanakan, menikmati, melestarikan, dan mengembangkan hasilnya sesuai dengan peradaban masyarakat lokal. Peran pemerintah daerah Nias Selatan cukup sebagai fasilitator yang memihak, mempersiapkan, dan melindungi.
Dengan demikian secara paralel pemberdayaan masyarakat tidak memadai lagi untuk dikelola sepenuhnya di bawah governance pemerintah daerah Nias Selatan. Menurut penulis, Penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan membangun sebuah institusi kemiskinan yang berbentuk semacam lembaga bisnis, dikelola oleh profesional dan diawasi oleh forum stakeholder. Gagasan penyempurnaanya adalah membentuk lembaga yang bertanggungjawab mengkoordinasikan program yang fokusnya berpola pemberdayaan. Lembaga ini merupakan forum lintas pelaku (stakeholder forum) yang berfungsi menyinkronkan seluruh program yang sama atau berkaitan ke dalam lembaga tersebut, merumuskan program dan langkah operasional, dan dapat menjadi penanggungjawab program Pemberdayaan ekonomi rakyat. Dan menurut hemat penulis, bentuk organisasi yang paling ideal adalah “badan”, yang bisa disebut sebagai “Badan Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat”. Lembaga ini menjadi koordinator dan pelaksana program penanggulangan kemiskinan di Nias Selatan, termasuk yang sebelumnya sudah dijalankan oleh pemerintah (pusat dan daerah) maupun masyarakat (LSM).
Dari uraian di atas, dipandang perlu mereformulasi konsep strategi penanggulangan kemiskinan di Nias Selatan, suatu konsep strategi penanggulangan kemiskinan yang berpola mandiri, atau yang disebut sebagai pemberdayaan ekonomi rakyat menuju ke arah perubahan struktural yang semakin memperbesar kapasitas sosial-ekonomi masyarakat lokal secara berkesinambungan. Inilah yang disebut sebagai penguatan kelembagaan pembangunan (institusional development) yang diselenggarakan dan dilestarikan sendiri oleh rakyat menuju ke arah perubahan struktural yang alamiah. Proses ini senantiasa terjadi dalam setiap diri manusia sebagai pelaku ekonomi dan pelaku pembangunan dalam lingkup mikro, makro, maupun global. Hal ini memberikan makna bahwa setiap pelaku pembangunan senantiasa mengembangkan kapasitas sosial-ekonominya dalam lingkungan yang memberikan peningkatan nilai tambah secara dinamis. Idealnya pola ini harus terlembaga dalam kehidupan sehari-hari. Gagasan ini bermula dari pengalaman menghadapi krisis ekonomi dan pembangunan yang mengambil pola pemberdayaan. Dengan demikian, pola pemberdayaan ini mestinya menjadi acuan bagi pemerintah daerah Nias Selatan untuk memberdayakan masyarakat sehingga menjadi masyarakat yang memiliki kemampuan dalam mengembangkan perekonomiannya, baik mikro, makro maupun global, demi terwujudnya Nias Selatan yang Mandiri dan Sejahtera.
4 komentar:
Bagaimanapun niat kita untuk membangun daerah kita (khususnya NISEL), kalau memang tidak ada kerjasama antara satu dengan yang lain sama dengan sia-sia.
Kadang saya lihat dikampung kita, upamanya ada suatu pembangunan di desa, maka dalam pembangunan itu kepala desa mengambil alih untuk mengelolah pembangunan itu.
Kadang kepala desa salah arahkan pembangunan tersebut untuk melaksanakannya, contoh (Pembangunan kebersihan lingkungan) maka kepala desa salah mengarahkan pembangunan tadi, malah ia membangun kandang babi,kambingnya dan lain lain.
Bagaimana bisa meningkat pembangunan kalao begitu??
dan Apa solusinya.....
Saya mohon kepada pemerintah kalao memberikan suatu pembangunan pada masyarakat, supaya benar-benar meninjauh apakah sesuai dengan posisinya atau tidak.
Mari kita berpegang tangan untuk membangun daerah kita khususnya (NISEL) jangan tunggu orang luar untuk membangun daerah kita, tetapi mari kira bersatu untuk membangunnya.
Mari kita bawakan daerah kita dari ketertinggalan menujau yang baru sehingga terang, maju, kaya raya, baik dari segi Pembangunan, pendidikan, sosial, budaya, ekononi dan lain lian.
"YA,AHOWU"!!!!!!!!!!!!!!!
<<<<<<>>>>>>
<<<<<<>>>>>>>>
saya setuju dengan Kata "PEMBERDAYAAN" diatas.
Artinya pemerintah nias harus memberdayakan potensi yang ada di lingkungan NISEL.
Kemudian masyarakat Nias Selatan baik yang tinggal di Nias maupun tinggal di luar pulau nias bersama-sama mengawasi kebijakan pemerintah NISEL guna menghindari adanya Kolusi, Korupso serta Nepotisme.
Trima kasih telah diberi kesempatan bagi saya untuk berkomentar pad Blog ini.
Yaahowu
Rife Zebua
dan memng seharusnya semua elemen masyarakat turt serta dalam fungsi pengawasan kebijakan dan juga sebagai aktor pelaku "pemberdaya"...
dan memng seharusnya semua elemen masyarakat turt serta dalam fungsi pengawasan kebijakan dan juga sebagai aktor pelaku "pemberdaya"...
Posting Komentar